Thursday, August 9, 2007

Untuk Para Tholabul 'Ilm

Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokaauh
Ustadz DR. Ali Musri (lulusan S3 madinah) menasehatkan pada segenap tholabul ‘ilm tentang masalah fitnah ini, ia mengatakan hendaknya tholabul ‘ilm mengetahui posisi dirinya sebagai tholabul ‘ilm. Tau apa yg sedang ia butuhkan untuk agamanya, mana yg lebih utama di cari, yaitu ilmu din ini. Bukan mencari-cari kesalahan orang, apalagi ustadz, yg tidak selevel dengannya.

Adapun perkara fitnah/tuduh-tuduhan antar ustadz di jogja khususnya, itu adalah perkara yg perlu pendalaman khusus untuk membahasnya. Terutama, kita hendaknya harus cukup ilmu dulu baru bisa masuk dlm wilayah itu. Jika belum cukup ilmu, maka tuntut ilmu dulu yg lebih utama, baru ttg fitnah itu jika diperlukan baru di bahas. Selama ustadz yg ada sekarang ini masih menjunjung manhaj salaf dalam mendakwahkan agama Islam ini, maka wajib bagi kita untuk menghormatinya dan mengambil ilmu yg bermanfaat dari padanya. Kalaupun ada kesalahan yg tampak oleh kita, kita sudah sepatutnya mengingat bahwa para ustadz juga adalah manusia biasa, bisa salah bisa benar. Maka, jika kita mampu untuk megingatkannya dari kesalahannya, maka lakukanlah, jika kita tidak mampu, maka sembunyikan aibnya, ambil yg bermanfaat darinya, serta berusaha menjauhkan diri dari perkara2 yg menyangkut fitnah dengan tidak memancing-mancing pembicaraan tentang fitnah itu.

Kenapa kita harus cukup ilmu dalam perkara fitnah ini?
Sayaikh Al ‘Utsaimin telah mengajarkan kepada umat Islam adap dalam menghadapi/mengatasi perkara seputar fitnah dan perpecahan umat. Ada prosedur yg harus di lalui oleh seseorang sebelum ia men-tahdzir (menetapkan)/menuduh orang lain jika terjadi kesalahan pada orang itu, diantaranya beliau rahimahullah menjelaskan :
1. Tabayyun wa tatsabut (klarifikasi ttg fitnah yg ada pada sesorang itu).
2. Munaqosah Ilmiyah (pembahasan secara ilmiah ttg fitnah itu) dalam rangka Iqomatul Hujjah (menegakkan hujjah atas orang itu).
3. Mentahdzir (menetapkan/menuduh orang tersebut, apakanh ia sesat, ahlul bid’ah, kaafir, dll). Pada proses yg ke-3 ini, dilakukan setelah orang yg bersalah itu telah dinasehatkan dulu dan diperintahkan untuk bertobat atas kesalahannya itu (jika terbukti salah), baru kemudian orang lain bisa mentahdzir nya.
Demikian yg Syaikh jelaskan.

Adapun yg terjadi sekarang ini dikalangan para ustadz adalah kurangnya tabayyun (3 proses di atas). Para ustadz terlalu cepat dalam memberi keputusan (mentahdzir) ustadz lainnya tenpa melakukan proses-proses di atas.
Oleh karena cara yg di tempuh dalam menghadapi fitnah itu adalah berat, maka diwajibkan atas kita untuk berilmu terlebih dahulu sebelum melakukan 3 proses di atas. Jika kita belum berilmu, maka tuntut ilmu dulu adalah wajib bagi kita sampai batas yg tak hingga. Setelah itu, jika diperlukan, baru kita masuk kedalam permasalahan yg menyangkut fitnah dll.

Maka, perlu kita pahamkan terlebih dahulu posisi diri kita, yaitu sebagai tholabul ‘ilm, yg mana kebutuhan kita adalah menuentut ilmu din ini, bukan mencari-cari kesalahan orang lain atau para ustadz. Para ustadz adalah orang berilmu yg mulia di sisi Allah, maka kita diperintahkan untuk hormat kepada mereka, mengambil ilmu dari padanya, menutup aib-aibnya (jika kita tau aibnya).

Adapun pertikaian di antara mereka adalah dilakukan dalam keadaan/posisi mereka sebagai orang yg berilmu, guru, ustadz, orang ‘alim. Mereka berdebat/berbeda pendapat dengan di dasari ilmu. Sedangkan kita, adalah orang yg jauh dari kemampuan mereka.
Oleh karena itu, saya, saudara-saudariku semuanya hendaknya terus semangat dalam menuntut ilmu agama ini. Mudah-mudahan bisa jadi pelajaran.

Wallahu a’lam bi showab
Wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarokaatuh.

No comments:

Post a Comment